KGRN

Salah satu “masalah” anak Down Syndrome adalah kelemahan ototnya. Tak terkecuali otot mulut. Lemahnya otot2 mulut tsb membuat mereka kesulitan dalam berbicara.

KGRN dalam judul ini, bukanlah sebuah singkatan yg artinya Ke-GR-aN, tapi ia adalah huruf2 yg sampai sekarang masih susah keluar dari bibir mungil Sarah. Sebetulnya tambah satu lagi, C.

Ya, K,G,R,N, dan C, kelimanya melibatkan langit-langit mulut untuk membentuk huruf2 tsb.
Entah ya, mungkin karena (katanya) langit2 mulut anak Down Syndrome itu tinggi, jd susah untuk disentuh oleh sang lidah.

Dulu, ketika masih terjadwal terapi wicara, Sarah selalu disikat lidah dan mulut bagian dalamnya, oleh terapis. Setelah tidak terapi lagi, maka ritual penyikatan lidah pun menghilang.
Padahal sikat2 itu masih ada.
Nah, sekarang kami berkomitmen lagi untuk memulai kembali ritual tsb, selain tentu saja menyikat gigi Sarah (walaupun banyak yg bolong ๐Ÿ˜ฆ )

Untungnya, sekarang Sarah sudah gampang dalam urusan sikat menyikat. Disikat rahang atas pun, dengan sikat yg berbentuk spt gerigi, juga dia anteng2 saja, kooperatif sekali.

Semoga usaha ini, membuahkan hasil. Agar cepet jelas ngomongnya ya… ๐Ÿ™‚

Belajar Menerima Down Syndrome

c360_2016-09-20-09-43-48-838_20160922132554133

Sesaat setelah diberitahu bahwa Sarah Down Syndrome, pihak rumah sakit langsung memberikan satu kit tentang Down Syndrome. Segala hal yang berkaitan dengan perawatan bayi dengan Down Syndrome, ada di sana.

Menerima map lengkap tersebut, saya seperti flash back di masa kehamilan. Percaya atau tidak, saat hamil Sarah di Sydney itu, saya sering membaca artikel tentang Down Syndrome. Saya tahu tentang ciri-ciri anak dengan Down Syndrome, dan kebetulan juga beberapa kali jumpa anak DS di jalan. Saya pun tahu tentang cara mengecek kehamilan yg beresiko anaknya lahir dengan Down Syndrome. Ya, seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan kalau pada akhirnya anak saya termasuk salah satunya.

Tapi seperti pepatah, bahwa kamu tidak akan pernah (betul-betul) tahu, sampai kamu mencoba. Dalam hal ini, sampai kamu memilikinya sendiri.

Bayangan saya, saat melihat gambar-gambar di sini dan pemaparan di dalamnya, anak saya akan begitu “mengenaskan” karena tidak bisa apa-apa, selalu lambat, dan tertinggal. Sampai ketika sekarang saya melihat perkembangannya, saya bisa membuang jauh-jauh pemikiran itu.

Dia bisa.

Dia bisa  bicara, dia bisa menulis, dia bisa menghafal, dia mampu mengerti perintah dan larangan, dsb. Nyatanya, anak dengan Down Syndrome tidak se”mengenaskan” yg saya kira dulu. 

Mungkin, kita hanya harus bersabar untuk mampu melihatnya. Bersabar lebih banyak lagi untuk melihat hasil yang lebih baik lagi.

Belajar menerima kondisi anak yang special memang tidak bisa seketika. Ia butuh proses. Jika pada awalnya ada perasaan sedih dan menolak, hal itu wajar dan hampir semua orang tua yg baru memiliki anak DS mengalaminya.

Bagaimana tidak? Seperti ada makhluk asing yang ke mana pun pergi selalu dilihat orang. Kalaupun tak sampai bertanya, mata mereka bisa berkata, “Anak itu kenapa?”

Ya, memang seperti itu kondisinya. Tapi percayalah, bahwa semua itu akan berlalu. Seiring dengan perkembangannya, kemampuannya berdiri, berjalan, dan berlari dengan senyum yang menghiasi hari, semua perasaan sedih akan terobati.

Berdo’a lah kepada Yang Maha Memberi. Kita ini hanya bisa menerima dan menjalani takdir-Nya. Karena hanya Dia yang Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.

 

Homeschooling for Down Syndrome

hs-sarah

 

Sebelum memutuskan untuk homeschooling, Sarah sudah melewati proses belajar di sekolah umum.
Sekolah umum pertamanya adalah sebuah PAUD sederhana di kampung kami. Dengan fasilitas seadanya dan juga jumlah siswa yang tidak terlalu banyak.
Sarah berada di PAUD ini kurang lebih setahun, yaitu saat usianya tiga tahun. Lalu berhenti dan meanjutkan ke TK umum selama dua tahun.
Di TK umum, selama dua tahun, lebih sering ditunggui oleh khadimat (ART), dan selama itu Sarah masih belum bisa mengikuti pelajaran di kelas dengan baik. Dia masih suka-suka sendiri. Kadang mau di kelas, kadang jika bosan langsung keluar kelas. Ya, begitulah. Karena anak down syndrome kami ini memangย moody.
Sampai akhirnya , ketika sy pindahkan ke TK lain (TK Islam, yang menurut sy lebih baik dari segi agamanya) Sarah masih tetap menunjukkan perilaku yang sama.
Di TK Islam itu, Sarah hanya bertahan dua bulan saja. Plus, saat itu saya mendapat kesempatan untuk terjun langsung mendampingi ustadzah di kelas Sarah.

Dua bulan berjalan.

Sarah bisa sedikit-sedikit mengikuti kegiatan. Namun, kadang sering keluar kelas, mengintip kelas lain, atau bermain saja, sesukanya. Akhirnya, setelah menimbang-nimbang, melalui obrolan dengan sang ayah, kami memutuskan agar saya mendampingi Sarah saja di rumah. Dan hari ini adalah hari ke dua Sarah belajar di rumah. Tentu saja bersama sang adik yang masih berusia dua tahun.

Faktanya, dan saya memang harus menerimanya ๐Ÿ˜€ Sarah dan adiknya masih pantas berada dalam satu kelas homeschooling di rumah. Tak perlu lebay nangis2 jika tes IQ menyebutkan bahwa kemampuan anak Down Syndrome usia enam tahun itu masih setara dengan anak dua atau tiga tahun.

Happy saja ๐Ÿ˜€

Next insya Allah sy posting kegiatan-kegiatan dalam homeschooling kami. Menunggu waktu luang, tentu saja. Seperti sekarang, saat istirahat dan mereka bermain kartu bergambar hewan dan ngobrol berdua.